Wednesday, November 30, 2011

HambaMU yang Miskin Harta tapi Dia Kaya Iman

Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun
setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian
yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah
melupakannya.

Awalnya saat saya sedang menjajakan
dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena
sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti
tahun sebelumnya,
biasanya sudah puluhan ekor laku terjual dan hari raya sudah didepan
mata (tinggal 2 hari lagi). Kami cukup gelisah waktu itu. Ketika sedang
berbincang salah
seorang teman mengajak saya untuk sholat ashar dan saya pun bersama
teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat
kami berjualan.
Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa.
Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah
memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya laku/ habis terjual.


Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat
kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak
sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana
kesibukan demi melayani calon pembeli. Akhirnya saya dan teman saya
berlari untuk cepat membantu melayani teman kami. Alhamdulillah
pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing. “Terima
kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”, Syukur
saya dalam hati.

Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat seorang ibu-ibu sedang memperhatikan
dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat
kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?, sepertinya
dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi
nunggu bus kali. Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari
pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.

Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan. “Silahkan bu dipilih hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?”. Tanpa menjawab pertanyaan
saya, ibu itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa bang ?” Ibu itu
menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya. Kalau yang
itu harganya Rp. 600.000,- bu, jawab saya. Harga pasnya berapa bang ?,
gak usah tawar lagi ya bu… Rp. 500.000 deh kalau ibu mau. Fikir saya
memang dari harga segitu keuntungan
saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Uang saya Cuma ada 450
ribu, boleh gak”. Waduh… saya bingung, karena itu harga modal kami,
akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. “Biarlah mungkin ini
jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari
penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu untuk berqurban”.
Sepakat kami berempat. “Tapi bawa sendiri ya.. ?” akhirnya si ibu tadi
bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia
yang bayar dirumah. Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu
langsung pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.

Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallah….. Astaghfirullaah….. Allahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat keadaan rumah ibu tsb.


Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu
orang anaknya di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari
kawat. Saya tidak melihat tempat tidur/
kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh. Diatas dipan
sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam
kondisi sakit. “Mak … bangun mak, nih liat Sumi bawa apa” (oh ternyata
ibu ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar.
“Ini ibu saya bang” ibu itu mengenalkan
orang tuanya kepada saya. Mak Sumi udah beliin kambing buat emak
qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak. Orang tua itu kaget namun dari
wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing orang tua itu berucap, Allahu Akbar, Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga emak qurban.


“Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah, saya hanya
kuli cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya
niatkan buat qurban ibu saya. Aduh GUSTI……. Ampuni dosa hamba, hamba
malu berhadapan
dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya
Iman. Seperti bergetar bumi ini setelah mendengar niat dari ibu ini.
Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama- lama berada disitu. Saya
langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.

“Bang nih ongkos bajajnya.!,
panggil si Ibu, “sudah bu cukup, biar ongkos bajaj saya yang bayar.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah,
karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.

http://Survey-Faq.com?ref=2402246

Dikisahkan oleh Muhamad Taufiq Asgar

Wednesday, November 23, 2011

Hidup Adalah Proyek Yang Kau Kerjakan Sendiri

Seorang tukang kayu yang sudah tua dan tidak lagi mampu bekerja karena alasan fisik, bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tidak lagi bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya untuk menghidupi keluarganya. Namun keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Super Excellent Network Bersama Meraih Kebebasan Finansial Yang Sebenarnya

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan persaan malas dan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Dan saat membangun rumah pesanan majikannya itu, ia menggunakan bahan-bahan dengan kualitas yang sangat rendah. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah dengan kualitas yang baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu," katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.
Super Excellent Network Bersama Meraih Kebebasan Finansial Yang Sebenarnya

Friday, November 18, 2011

Berdoalah Dengan Doa Yang Mengancam

Saat itu, disebuah gurun pasir yang gersang lagi panas dimana yang tumbuh hanya pohon-pohon kecil berduri, selaksa pasukan dengan senjata lengkap siap melumat 313 orang dengan peralatan seadanya.
 
Sebuah perang besar yang menjadi titik tolak kebangkitan umat Islam segera akan terjadi. sementara itu, di dalam sebuah tenda kecil, sang pemimpin agung itu tampak begitu khusyuk berdoa,” Ya Alloh, jika Engkau tidak menolong kami, maka engkau tidak akan disembah selamanya, kecuali jika engkau berkehendak untuk tidak disembah selamanya.” Doa ini begitu tulus, mengalir dengan ikhlas dari sela-sela bibir mulia junjungan Nabiyullah Muhammad Saw dibarengi dengan isak tangis yang menggetarkan jiwa. Doa ini begitu mengancam namun lahir dari gemuruh keimanan yang kokoh sehingga  Sahabat sekaligus mertua beliau, Abu Bakar Ash Shidiq menghampiri beliau lalu berkata,” sudahlah wahai Rasulullah, aku yakin Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya.”
 
Doa yang diutarakan dengan landasan keimanan dan perasaan akan kelemahan diri dari sang Nabi ini langsung mengguncang Arsy. Tidak ada nada kesombongan dalam doa itu, tidak ada aroma su’ul adab yang tergambar dari rintihan itu. Doa itu beliau panjatkan sebagai wujud betapa butuhnya beliau akan intervensi Tuhannya, Allah Rabbul Izzah. Beliau merasa bahwa usaha beliau dengan segenap pasukannya yang berjumlah 313 itu tidak akan pernah berhasil tanpa campur tangan Allah. Dan Allahpun merespon permohonan Nabi terkasihnya tersebut dengan mengirimkan 5000 pasukan langit untuk membantu kaum muslimin yang berperang demi agamanya.
 
Sering kali kita begitu mengabaikan dan meremehkan kekuatan doa. Doa hanyalah dianggap sebagai pelengkap kegiatan dan pekerjaan yang telah dilakukannya, dan biasa dilantunkan dengan tanpa makna. Padahal doa adalah bagian dari ikhtiyar yang terpenting. Bahkan profesor Quraish Shihab pernah menyampaikan bahwa doa adalah wujud pengakuan dari kedhoifan  kita sekaligus pengakuan akan kemahaan Allah, apabila kita melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi dengan permohonan tulus kepada Allah, maka Allah akan membantu pekerjaan kita, dan setiap pekerjaan yang dibantu oleh Allah, maka hasilnya pasti maksimal.
 
Berdoalah……bermohonlah kepada Allah, Rabb kita dengan doa yang mengancam yang lahir dari gelora iman, bukan doa yang menantang sebagaimana pernah dilakukan oleh Abu Jahl ketika berseru dengan pongahnya,” Ya Allah, jika Muhammad memang benar, hujanilah kami dengan batu dari langit.”
 
Semoga Allah selalu mengijabah doa-doa kita Amiin.